Pro dan Kontra Martingale, Resiko Tinggi Namun Digemari Trader

Trader berpengalaman tau bahwa tidak ada strategi trading dengan akurasi 100 persen. Tapi mereka menggunakan banyak cara untuk memaksimalkan setiap transaksi, salah satunya dengan strategi Martingale.

Apa Itu Martingale di Forex?

Martingale adalah salah satu strategi Money Management paling beresiko dalam trading forex. Trader akan mencoba melipat jumlah lot jika transaksi sebelumnya mengalami floating loss (nahan posisi rugi). Konsep Martingale hampir sama dengan Averaging, bedanya Martingale melipat lot sedangkan Averaging lot nya tetap.

Resiko Strategi Martingale di Forex

Trader yang kontra dengan Martingale menganggap Martingale layaknya “bom waktu” yang bisa melenyapkan semua keuntungan pada akhirnya karena sifatnya “counter-trend atau melawan arah pasar. Strategi Averaging aja dengan fix lot (lot tetap) bisa bikin MC apalagi Martingale yang melipat lot.

Kenapa Banyak Trader Menggunakan Martingale?

Alasannya sederhana, yaitu memaksimalkan potensi profit. Mereka yang pro dengan Martingale bukannya tidak mengerti resiko, mereka paham betul dengan resikonya. Tujuan trader pro menggunakan Martingale tidak untuk jangka panjang.

Mereka memanfaatkan momen dimana pasar sedang sideways. Ketika profit berhasil dikumpulkan dan market berubah jadi trending, maka mereka akan mengakhiri transaksi.

Penggunaan martingale dalam trading juga dimaksukan untuk recovery. Saat analisa salah, maka martingale bisa membalikkan keadaan.

Apakah Trader Pemula Bisa Mencoba Martingale?

Trader pemula sangat tidak disarankan menggunakan Martingale. Kenapa? Karena metode ini beresiko tinggi. Trader profesional akan menggunakan akun trading khusus untuk penggunaan martingale. Tidak digabung dengan akun yang menggunakan strategi lain.

Tiga Contoh Penerapan Martingale Yang Umum:

1. Counter Trend Martingale

Metode ini paling umum digunakan. Trader akan fokus ke OP (Open Position) awal. Jika OP tersebut mengalami minus, maka trader akan melakukan OP baru dengan lot lebih besar dan seterusnya.

Contoh: OP Buy pertama sebesar 0.01 lot di harga 1.12000. Saat terjadi penurunan sebesar 500 points (1.11500), trader akan menambah OP dengan lot 0.02.

Jika, harga naik ke 1.12000 (harga OP awal), maka akumulasi kedua transaksi adalah:

– OP1 + OP2;

– ((Jumlah Points  OP1 x 0.01) x $1) + ((Jumlah Points OP2 x .02) x $1);

– ((0 x .01) x $1) + ((500 x 0.02) x $1);

– (0 x $1) + (10 x $1);

– $0 + $10 = $10

Perhitungan diatas dengan asumsi grid martingale hanya 1. Jika grid lebih dari 1 maka perhitungan akan menyesuaikan.

2. Close And Reverse Martingale

Metode ini kebalikan dari counter trend. Jika OP awal mengalami kerugian sesuai dengan jarak points yang ditentukan, maka trader akan melakukan cut loss dan membuka OP kebalikan dengan jumlah lot lebih besar.

Contoh: OP1 buy 0.01 lot di harga 1.15000, terjadi penurunan di harga 1.14500 akan membuka OP2 dengan lot 0.02 (atau lebih). Jika harga melanjutkan penurunan maka trader akan mengakumulasi profit menjadi BEP atau dibiarkan menuju harga TP (take profit).

Jika ternyata harga malah berbalik arah lagi (naik), maka trader bisa melakukan cut loss atau lanjut dengan close and reverse.

3. Anti Martingale

Berbeda dengan kedua contoh diatas, Anti Martingale tidak dilakukan saat posisi awal loss melainkan saat profit.

Konsep Anti Martingale lebih cocok dengan istilah “Let the winner run“. Jadi, trader akan memaksimalkan analisanya sesuai arah dan prediksi di awal. Dan biasanya akan memasang Stop Loss di setiap transaksinya.

Contoh: OP1 buy 0.01 lot di harga 1.20000. Jika harga naik menuju 1.120500 maka trader akan membuka OP2 sebesar 0.02 lot dan seterusnya. Sebaliknya jika OP 1 turun duluan, maka akan dibiarkan terkena SL yang sudah direncanakan.

Kesimpulan

Tanpa menggunakan Martingale pun trading sudah beresiko. Jika ditambah dengan metode ini maka kemungkinan resikonya menjadi lebih besar. Jika Anda ingin menerapkan strategi Martingale sebaiknya harus paham dengan resikonya.

Leave a Comment